# 3 Kisah ini dibuka
dengan peristiwa yang wajar, lumrah, biasa yaitu orang berdosa datang mendekati
Yesus untuk mendengarkanNya. Inilah fokus atau kebiasaan Yesus.
Kasih
penerimaan Yesus terhadap orang berdosa memunculkan protes dari kalangan
agamawi. Kemudian Yesus menjelaskan apa yang menjadi isi hatiNya, prioritasNya
melalui :
- Cerita yang berkesan, mudah diingat
- Dengan pengulangan (3 buah kisah)
- Menggunakan contoh mengenai orang atau situasi yang biasa / familiar
Kita manusia seringkali menjelaskan
banyak hal dengan 1 cara,
tetapi Yesus bisa menjelaskan 1 hal
dengan banyak cara.
Pasal ini tentang “yang
hilang” :
1.
Kehilangan 1 domba dari 100 domba yang
hilang natural
2.
Kehilangan 1 dirham dari 10 dirham
secara kecelakaan
3.
Kehilangan anak di luar rumah dan di
dalam rumah
Apa kesamaan kisah ini ?
1.
Ada yang hilang
2.
Yang hilang ditemukan kembali
3.
Ada perayaan sukacita
# Oleh sebab itu ini bicara tentang rasa sakitnya,
menderitanya orang yang kehilangan dan INISIATIF dari yang kehilangan mencari yang
hilang dan pada akhirnya mereka bersama merayakan sukacita besar itu. Menemukan
yang hilang adalah keinginan Bapa.
Mari kita baca kembali / simak kisah berikut ini :
Luk 15 : 1 – 32 Para
pemungut cukai dan orang-orang berdosa biasanya datang kepada Yesus untuk
mendengarkan Dia. Maka bersungut-sungutlah orang-orang Farisi dan ahli-ahli
Taurat, katanya: "Ia menerima orang-orang berdosa dan makan bersama-sama
dengan mereka. Lalu Ia mengatakan perumpamaan ini
kepada mereka:
"Siapakah
di antara kamu yang mempunyai seratus ekor domba, dan jikalau ia kehilangan
seekor di antaranya, tidak meninggalkan yang sembilan puluh sembilan ekor di
padang gurun dan pergi mencari yang sesat itu sampai ia menemukannya? Dan kalau
ia telah menemukannya, ia meletakkannya di atas bahunya dengan gembira, dan
setibanya di rumah ia memanggil sahabat-sahabat dan tetangga-tetangganya serta
berkata kepada mereka: Bersukacitalah bersama-sama dengan aku, sebab dombaku yang
hilang itu telah kutemukan.
Aku
berkata kepadamu: Demikian juga akan ada sukacita di sorga karena satu orang
berdosa yang bertobat, lebih dari pada sukacita karena sembilan puluh sembilan
orang benar yang tidak memerlukan pertobatan.". "Atau perempuan
manakah yang mempunyai sepuluh dirham, dan jika ia kehilangan satu di
antaranya, tidak menyalakan pelita dan menyapu rumah serta mencarinya dengan
cermat sampai ia menemukannya? Dan kalau ia telah menemukannya, ia memanggil
sahabat-sahabat dan tetangga-tetangganya serta berkata: Bersukacitalah
bersama-sama dengan aku, sebab dirhamku yang hilang itu telah kutemukan. Aku
berkata kepadamu: Demikian juga akan ada sukacita pada malaikat-malaikat Allah
karena satu orang berdosa yang bertobat."
Yesus
berkata lagi: "Ada seorang mempunyai dua anak laki-laki.
Kata yang
bungsu kepada ayahnya: Bapa, berikanlah kepadaku bagian harta milik kita yang
menjadi hakku. Lalu ayahnya membagi-bagikan harta kekayaan itu di antara mereka.
Anak bungsu ini meninggalkan
ayahnya, bukan diusir. Bapanya tidak marah saat anak ini meminta haknya. Anak
ini meminta haknya “saja”.
# Hanya seorang anak yang bisa
meminta bukan seorang budak.
Beberapa
hari kemudian anak bungsu itu menjual seluruh bagiannya itu lalu pergi ke
negeri yang jauh. Di sana ia memboroskan harta miliknya itu dengan hidup
berfoya-foya. Setelah dihabiskannya semuanya, timbullah bencana kelaparan di
dalam negeri itu dan iapun mulai melarat. Lalu ia pergi dan bekerja pada seorang majikan di negeri
itu. Orang itu menyuruhnya ke ladang untuk menjaga babinya. Lalu ia ingin
mengisi perutnya dengan ampas yang menjadi makanan babi itu, tetapi tidak
seorangpun yang memberikannya kepadanya. Lalu ia menyadari keadaannya, katanya:
Betapa banyaknya orang upahan bapaku yang berlimpah-limpah makanannya, tetapi
aku di sini mati kelaparan.
Anak ini kembali atas
kesadaran dan pilihannya. Bukan karena ketakutan akibat intimidasi (misalnya)
Kesadaran perlu keselamatan biasanya dimulai ketika ia mulai melihat kondisinya dan membandingkan kondisi di sekitarnya. Saat itulah orang tersebut peduli akan keselamatan.
# Pertobatan palsu
bukan bertobat dari dosa tetapi menghindari konsekuensi dari dosa.
# Kasih yang pernah anak bungsu alami, dan memori tentang Bapanya yang bermurah hatilah yang membuat ia tahu kemana ia harus pergi. Kasih tak pernah sia-sia. Kasih adalah alamat yang membawanya ia kembali ke rumah.
Aku akan bangkit dan pergi kepada bapaku dan berkata kepadanya: Bapa, aku telah berdosa terhadap sorga dan terhadap bapa, aku tidak layak lagi disebutkan anak bapa; jadikanlah aku sebagai salah seorang upahan bapa.
Ada 3 hal yang ingin
dikatakannya pada Bapanya :
- Bapa, aku telah berdosa terhadap Sorga dan terhadap Bapa
- Aku tidak layak lagi disebutkan anak Bapa
- Jadikanlah aku sebagai salah seorang upahan Bapa
Maka
bangkitlah ia dan pergi kepada bapanya. Ketika ia masih jauh, ayahnya telah
melihatnya, lalu tergeraklah hatinya oleh belas kasihan. Ayahnya itu berlari
mendapatkan dia lalu merangkul dan mencium dia. Kata anak itu kepadanya: Bapa,
aku telah berdosa terhadap sorga dan terhadap bapa, aku tidak layak lagi
disebutkan anak bapa.
Tetapi hanya ada 2 dari
3 perkataan yang sebelumnya ingin diucapkan anak itu :
- Bapa, aku telah berdosa terhadap Sorga dan terhadap Bapa
- Aku tidak layak lagi disebutkan anak Bapa
# Dosa tidak menjadikan
anak menjadi budak. Si bungsu pergi sebagai anak, ia pulang sebagai anak dan
diantaranya pun ia tetap sebagai anak.
# Keselamatan dari sudut pandang orang berdosa itu pemikiran seorang budak, saya akan melakukan sesuatu atau berjanji tidak akan melakukan sesuatu untuk menyenangkan hatinya kemudian berharap mendapatkan imbalan berupa pengampunan.
Tetapi ayah itu berkata kepada hamba-hambanya:
Ayah itu memotong / mengintervensi
apa yang disampaikan anak bungsu, dengan tidak memperhatikannya tetapi malah
berbicara kepada hamba-hambanya.
“Tetapi ayah itu” kata TETAPI telah memotong sebuah kisah dan
mengalihkan pada kisah lain. Mengalihkan dari sudut pandang pendosa pada sudut
pandang Bapa.
# Keselamatan adalah INISIATIF dari
Bapa. Kita tidak bisa menyelamatkan diri kita sendiri, tetapi kita diselamatkan
dengan cara Bapa.
Lekaslah
bawa ke mari jubah yang terbaik, pakaikanlah itu kepadanya dan kenakanlah
cincin pada jarinya dan sepatu pada kakinya. Dan ambillah anak lembu tambun
itu, sembelihlah dia dan marilah kita makan dan bersukacita. Sebab anakku ini
telah mati dan menjadi hidup kembali, ia telah hilang dan didapat kembali. Maka
mulailah mereka bersukaria.
#
Keselamatan itu mendemonstrasikan kelimpahan kekayaan kasih Allah. Bukan
tentang keterpurukan, kemelaratan kita. Bapa tetap berikan yang terbaik, Ia
tidak pernah takut memberikan kasih, penerimaan kembali. Ia tidak pernah takut
anak itu menjual cincin, jubah, sepatunya.
Bagi pendosa, cukup dimaafkan, ia tidak pernah membayangkan perlakuan dari Bapanya yang seperti itu. Keselamatan adalah bagaimana Bapa ingin memperlakukan kita dan bukan bagaimana perlakuan kita untuk mendapatkan respon dari Bapa.
Bagi pendosa, cukup dimaafkan, ia tidak pernah membayangkan perlakuan dari Bapanya yang seperti itu. Keselamatan adalah bagaimana Bapa ingin memperlakukan kita dan bukan bagaimana perlakuan kita untuk mendapatkan respon dari Bapa.
# Bagi pendosa, ia patut dihukum. Bagi Bapa, pendosa itu tetap anak dan patut dijamu makan.
Bapa
memberikan jubah karena sejak manusia jatuh dalam dosa, manusia itu telanjang
dan Bapa jugalah yang berinisiatif memberikan pakaian dari kulit binatang dan
mengenakannya pada Adam. Sukacita besar terjadi karena bagi anak itu
sesungguhnya telah mati dari dosa dan kemudian menjadi hidup kembali
(bertobat/pulang). Dan bagi Bapa,
sukacita karena anaknya didapat kembali.
Lihatlah sukacita yang melimpah, Bapa bikin pesta, perayaan besar. Jubah, cincin dan kasut dinikmati oleh anak bungsu itu sendiri. Tetapi ada lembu tambun yang tidak mungkin hanya dinikmati anak bungsu. Bapa kita suka bersenang-senang.
Tetapi anaknya yang sulung berada di ladang dan ketika ia pulang dan dekat ke rumah, ia mendengar bunyi seruling dan nyanyian tari-tarian. Lalu ia memanggil salah seorang hamba dan bertanya kepadanya apa arti semuanya itu. Jawab hamba itu: Adikmu telah kembali dan ayahmu telah menyembelih anak lembu tambun, karena ia mendapatnya kembali dengan sehat. Maka marahlah anak sulung itu dan ia tidak mau masuk. Lalu ayahnya keluar dan berbicara dengan dia. Tetapi ia menjawab ayahnya, katanya: Telah bertahun-tahun aku melayani bapa dan belum pernah aku melanggar perintah bapa, tetapi kepadaku belum pernah bapa memberikan seekor anak kambing untuk bersukacita dengan sahabat-sahabatku. Tetapi baru saja datang anak bapa yang telah memboroskan harta kekayaan bapa bersama-sama dengan pelacur-pelacur, maka bapa menyembelih anak lembu tambun itu untuk dia.
Kata ayahnya kepadanya: Anakku,
engkau selalu bersama-sama dengan aku, dan segala kepunyaanku adalah
kepunyaanmu. Kita patut bersukacita dan bergembira karena adikmu telah mati dan
menjadi hidup kembali, ia telah hilang dan didapat kembali."
Anak
sulung memiliki mental budak, ia ada bersama Bapa tetapi bersikap bukan sebagai
anak, di dalam rumah ia tak perlu mencari, mengetuk, tetapi hanya menikmati. Ia tak punya keberanian meminta. Ia hanya
berani membandingkan usahanya untuk mendapatkan pesta dan sembelihan seekor
anak kambing (bukan lembu tambun). Anak ini memandang bapanya adalah
seorang bapa yang tidak suka pesta, yang tidak murah hati, yang hanya
memberikan sesuatu pada anaknya sebagai imbalan dari apa yang dikerjakan
anaknya untuk dia. Anak itu anak baik bahkan bekerja juga dengan baik, sangat
santun tetapi itu membuatnya tidak menikmati yang terbaik. Cara pandangnya sendiri yang membuat ia terlambat mengalami kepenuhan
warisan seorang anak.
Tetapi
anak sulung yang bekerja keras untuk mengesankan Bapanya itupun tetap seorang
anak dimata Bapanya. Kasih Bapa tidak parsial. Bapa juga tidak marah
terhadapnya.
Seorang wanita (ibu) adalah pribadi yang
beroleh kesempatan memahami "kasih karunia" . Besarnya sakit yang
ditimbulkan oleh sang anak saat lahir tak membuatnya sakit hati/marah terhadap
anaknya, tak sedikitpun mengurangi cinta. Cinta itu diawali oleh sakit yang
luar biasa. Cinta Bapa juga diwarnai dengan sakitnya kehilangan Anak yang
tunggal. Ada cinta dan sukacita yang jauh lebih besar dari rasa sakit tersebut
karena mendapatkan kita kembali
Tidak ada komentar:
Posting Komentar