24 Januari 2014

LOST CHAPTER (LUKAS 15)



# 3 Kisah ini dibuka dengan peristiwa yang wajar, lumrah, biasa yaitu orang berdosa datang mendekati Yesus untuk mendengarkanNya. Inilah fokus atau kebiasaan Yesus. 

Kasih penerimaan Yesus terhadap orang berdosa memunculkan protes dari kalangan agamawi. Kemudian Yesus menjelaskan apa yang menjadi isi hatiNya, prioritasNya melalui :

  1. Cerita yang berkesan, mudah diingat
  2. Dengan pengulangan (3 buah kisah)
  3. Menggunakan contoh mengenai orang atau situasi yang biasa / familiar

Kita manusia seringkali menjelaskan banyak hal dengan 1 cara,
tetapi Yesus bisa menjelaskan 1 hal dengan banyak cara.

Pasal ini tentang “yang hilang” :
1.      Kehilangan 1 domba dari 100 domba yang hilang natural
2.      Kehilangan 1 dirham dari 10 dirham secara kecelakaan
3.      Kehilangan anak di luar rumah dan di dalam rumah

Apa kesamaan kisah ini ?
1.      Ada yang hilang
2.      Yang hilang ditemukan kembali
3.      Ada perayaan sukacita

# Oleh sebab itu ini bicara tentang rasa sakitnya, menderitanya orang yang kehilangan dan INISIATIF dari yang kehilangan mencari yang hilang dan pada akhirnya mereka bersama merayakan sukacita besar itu. Menemukan yang hilang adalah keinginan Bapa.

Mari kita baca kembali / simak kisah berikut ini :
Luk 15 : 1 – 32 Para pemungut cukai dan orang-orang berdosa biasanya datang kepada Yesus untuk mendengarkan Dia. Maka bersungut-sungutlah orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat, katanya: "Ia menerima orang-orang berdosa dan makan bersama-sama dengan mereka.  Lalu Ia mengatakan perumpamaan ini kepada mereka:

"Siapakah di antara kamu yang mempunyai seratus ekor domba, dan jikalau ia kehilangan seekor di antaranya, tidak meninggalkan yang sembilan puluh sembilan ekor di padang gurun dan pergi mencari yang sesat itu sampai ia menemukannya? Dan kalau ia telah menemukannya, ia meletakkannya di atas bahunya dengan gembira, dan setibanya di rumah ia memanggil sahabat-sahabat dan tetangga-tetangganya serta berkata kepada mereka: Bersukacitalah bersama-sama dengan aku, sebab dombaku yang hilang itu telah kutemukan.

Aku berkata kepadamu: Demikian juga akan ada sukacita di sorga karena satu orang berdosa yang bertobat, lebih dari pada sukacita karena sembilan puluh sembilan orang benar yang tidak memerlukan pertobatan.". "Atau perempuan manakah yang mempunyai sepuluh dirham, dan jika ia kehilangan satu di antaranya, tidak menyalakan pelita dan menyapu rumah serta mencarinya dengan cermat sampai ia menemukannya? Dan kalau ia telah menemukannya, ia memanggil sahabat-sahabat dan tetangga-tetangganya serta berkata: Bersukacitalah bersama-sama dengan aku, sebab dirhamku yang hilang itu telah kutemukan. Aku berkata kepadamu: Demikian juga akan ada sukacita pada malaikat-malaikat Allah karena satu orang berdosa yang bertobat."

Yesus berkata lagi: "Ada seorang mempunyai dua anak laki-laki.

Kata yang bungsu kepada ayahnya: Bapa, berikanlah kepadaku bagian harta milik kita yang menjadi hakku. Lalu ayahnya membagi-bagikan harta kekayaan itu di antara mereka.

Anak bungsu ini meninggalkan ayahnya, bukan diusir. Bapanya tidak marah saat anak ini meminta haknya. Anak ini meminta haknya “saja”.

# Hanya seorang anak yang bisa meminta bukan seorang budak.

Beberapa hari kemudian anak bungsu itu menjual seluruh bagiannya itu lalu pergi ke negeri yang jauh. Di sana ia memboroskan harta miliknya itu dengan hidup berfoya-foya. Setelah dihabiskannya semuanya, timbullah bencana kelaparan di dalam negeri itu dan iapun mulai melarat. Lalu ia pergi dan bekerja pada seorang majikan di negeri itu. Orang itu menyuruhnya ke ladang untuk menjaga babinya. Lalu ia ingin mengisi perutnya dengan ampas yang menjadi makanan babi itu, tetapi tidak seorangpun yang memberikannya kepadanya. Lalu ia menyadari keadaannya, katanya: Betapa banyaknya orang upahan bapaku yang berlimpah-limpah makanannya, tetapi aku di sini mati kelaparan.

Anak ini kembali atas kesadaran dan pilihannya. Bukan karena ketakutan akibat intimidasi (misalnya)

Kesadaran perlu keselamatan biasanya dimulai ketika ia mulai melihat kondisinya dan membandingkan kondisi di sekitarnya. Saat itulah orang tersebut peduli akan keselamatan. 
# Pertobatan palsu bukan bertobat dari dosa tetapi menghindari konsekuensi dari dosa.

# Kasih yang pernah anak bungsu alami, dan memori tentang Bapanya yang bermurah hatilah yang membuat ia tahu kemana ia harus pergi. Kasih tak pernah sia-sia. Kasih adalah alamat yang membawanya ia kembali ke rumah.

Aku akan bangkit dan pergi kepada bapaku dan berkata kepadanya: Bapa, aku telah berdosa terhadap sorga dan terhadap bapa, aku tidak layak lagi disebutkan anak bapa; jadikanlah aku sebagai salah seorang upahan bapa.

Ada 3 hal yang ingin dikatakannya pada Bapanya :
  1. Bapa, aku telah berdosa terhadap Sorga dan terhadap Bapa
  2. Aku tidak layak lagi disebutkan anak Bapa
  3. Jadikanlah aku sebagai salah seorang upahan Bapa
Maka bangkitlah ia dan pergi kepada bapanya. Ketika ia masih jauh, ayahnya telah melihatnya, lalu tergeraklah hatinya oleh belas kasihan. Ayahnya itu berlari mendapatkan dia lalu merangkul dan mencium dia. Kata anak itu kepadanya: Bapa, aku telah berdosa terhadap sorga dan terhadap bapa, aku tidak layak lagi disebutkan anak bapa.

Tetapi hanya ada 2 dari 3 perkataan yang sebelumnya ingin diucapkan anak itu :
  1. Bapa, aku telah berdosa terhadap Sorga dan terhadap Bapa
  2. Aku tidak layak lagi disebutkan anak Bapa
# Dosa tidak menjadikan anak menjadi budak. Si bungsu pergi sebagai anak, ia pulang sebagai anak dan diantaranya pun ia tetap sebagai anak.

# Keselamatan dari sudut pandang orang berdosa itu pemikiran seorang budak, saya akan melakukan sesuatu atau berjanji tidak akan melakukan sesuatu untuk menyenangkan hatinya kemudian berharap mendapatkan imbalan berupa pengampunan.

Tetapi ayah itu berkata kepada hamba-hambanya:

Ayah itu memotong / mengintervensi apa yang disampaikan anak bungsu, dengan tidak memperhatikannya tetapi malah berbicara kepada hamba-hambanya.

“Tetapi ayah itu” kata  TETAPI  telah memotong sebuah kisah dan mengalihkan pada kisah lain. Mengalihkan dari sudut pandang pendosa pada sudut pandang Bapa.

# Keselamatan adalah INISIATIF dari Bapa. Kita tidak bisa menyelamatkan diri kita sendiri, tetapi kita diselamatkan dengan cara Bapa.

Lekaslah bawa ke mari jubah yang terbaik, pakaikanlah itu kepadanya dan kenakanlah cincin pada jarinya dan sepatu pada kakinya. Dan ambillah anak lembu tambun itu, sembelihlah dia dan marilah kita makan dan bersukacita. Sebab anakku ini telah mati dan menjadi hidup kembali, ia telah hilang dan didapat kembali. Maka mulailah mereka bersukaria. 
# Keselamatan itu mendemonstrasikan kelimpahan kekayaan kasih Allah. Bukan tentang keterpurukan, kemelaratan kita. Bapa tetap berikan yang terbaik, Ia tidak pernah takut memberikan kasih, penerimaan kembali. Ia tidak pernah takut anak itu menjual cincin, jubah, sepatunya. 

Bagi pendosa, cukup dimaafkan, ia tidak pernah membayangkan perlakuan dari Bapanya yang seperti itu. Keselamatan adalah bagaimana Bapa ingin memperlakukan kita dan bukan bagaimana perlakuan kita untuk mendapatkan respon dari Bapa.

# Bagi pendosa, ia patut dihukum. Bagi Bapa, pendosa itu tetap anak dan patut dijamu makan.
Bapa memberikan jubah karena sejak manusia jatuh dalam dosa, manusia itu telanjang dan Bapa jugalah yang berinisiatif memberikan pakaian dari kulit binatang dan mengenakannya pada Adam. Sukacita besar terjadi karena bagi anak itu sesungguhnya telah mati dari dosa dan kemudian menjadi hidup kembali (bertobat/pulang).  Dan bagi Bapa, sukacita karena anaknya didapat kembali.

Lihatlah sukacita yang melimpah, Bapa bikin pesta, perayaan besar. Jubah, cincin dan kasut dinikmati oleh anak bungsu itu sendiri. Tetapi ada lembu tambun yang tidak mungkin hanya dinikmati anak bungsu. Bapa kita suka bersenang-senang.

Tetapi anaknya yang sulung berada di ladang dan ketika ia pulang dan dekat ke rumah, ia mendengar bunyi seruling dan nyanyian tari-tarian. Lalu ia memanggil salah seorang hamba dan bertanya kepadanya apa arti semuanya itu. Jawab hamba itu: Adikmu telah kembali dan ayahmu telah menyembelih anak lembu tambun, karena ia mendapatnya kembali dengan sehat. Maka marahlah anak sulung itu dan ia tidak mau masuk. Lalu ayahnya keluar dan berbicara dengan dia. Tetapi ia menjawab ayahnya, katanya: Telah bertahun-tahun aku melayani bapa dan belum pernah aku melanggar perintah bapa, tetapi kepadaku belum pernah bapa memberikan seekor anak kambing untuk bersukacita dengan sahabat-sahabatku. Tetapi baru saja datang anak bapa yang telah memboroskan harta kekayaan bapa bersama-sama dengan pelacur-pelacur, maka bapa menyembelih anak lembu tambun itu untuk dia. 
Kata ayahnya kepadanya: Anakku, engkau selalu bersama-sama dengan aku, dan segala kepunyaanku adalah kepunyaanmu. Kita patut bersukacita dan bergembira karena adikmu telah mati dan menjadi hidup kembali, ia telah hilang dan didapat kembali."

Anak sulung memiliki mental budak, ia ada bersama Bapa tetapi bersikap bukan sebagai anak, di dalam rumah ia tak perlu mencari, mengetuk, tetapi hanya menikmati.  Ia tak punya keberanian meminta. Ia hanya berani membandingkan usahanya untuk mendapatkan pesta dan sembelihan seekor anak kambing (bukan lembu tambun). Anak ini memandang bapanya adalah seorang bapa yang tidak suka pesta, yang tidak murah hati, yang hanya memberikan sesuatu pada anaknya sebagai imbalan dari apa yang dikerjakan anaknya untuk dia. Anak itu anak baik bahkan bekerja juga dengan baik, sangat santun tetapi itu membuatnya tidak menikmati yang terbaik. Cara pandangnya sendiri yang membuat ia terlambat mengalami kepenuhan warisan seorang anak.

Tetapi anak sulung yang bekerja keras untuk mengesankan Bapanya itupun tetap seorang anak dimata Bapanya. Kasih Bapa tidak parsial. Bapa juga tidak marah terhadapnya.

Seorang wanita (ibu) adalah pribadi yang beroleh kesempatan memahami "kasih karunia" . Besarnya sakit yang ditimbulkan oleh sang anak saat lahir tak membuatnya sakit hati/marah terhadap anaknya, tak sedikitpun mengurangi cinta. Cinta itu diawali oleh sakit yang luar biasa. Cinta Bapa juga diwarnai dengan sakitnya kehilangan Anak yang tunggal. Ada cinta dan sukacita yang jauh lebih besar dari rasa sakit tersebut karena mendapatkan kita kembali

Tidak ada komentar:

Posting Komentar