Mrk 10 : 13-14a. “Lalu orang membawa anak-anak kecil kepada
Yesus, supaya Ia menjamah mereka; akan tetapi murid-murid-Nya memarahi orang-orang itu. Ketika Yesus melihat hal
itu, Ia marah dan berkata kepada
mereka:”
Seringkali kita membedakan orang dewasa dengan anak-anak dalam hal rohani. Mungkin tanpa kita sadari, kita berpikir kalau Roh Kudus ada di dalam diri mereka, maka Roh Kudusnya “junior” yang lemah, yang kemudian bertumbuh seiring dengan pertumbuhan fisik. Padahal ketika Roh Kudus memenuhi hidup mereka, maka mereka merasakan kuasa Roh Kudus yang sama seperti yang dialami oleh orang dewasa.
Di kisah tersebut, murid-murid yang notabene selalu ada di dekat
Yesus belum mengerti apa yang ada di dalam hatiNya. Mereka malah menghalangi,
memarahi orang-orang yang membawa anak kecil itu mendekat pada Yesus. Dan
Yesuspun marah. Sangat jarang ditulis di Alkitab Yesus marah, tentunya
kemarahan ini menunjukkan bagaimana Ia serius, concern dengan anak-anak.
Anak-anak dihadapanNya bukan golongan kelas dua. Yesus itu peduli, memusatkan perhatianNya pada
anak-anak - “then Jesus called a little child to Him, set him in the midst of
them” (Mat 18 : 2). Kalau Ia serius dengan anak-anak, kalau anak-anak itu penting bagi Dia, bagaimana
dengan kita? Kita mesti menganggap
penting apa yang Yesus anggap itu penting.
Mrk 10 : 14b "Biarkan anak-anak itu datang kepada-Ku,
jangan menghalang-halangi mereka, sebab orang-orang yang seperti itulah yang empunya
Kerajaan Allah.
Tuhan berkata, orang-orang yang seperti anak-anaklah yang
empunya Kerajaan Allah.
Jadi kita orang dewasa, jangan merasa lebih hebat, lebih banyak
tahu, karena kita mesti belajar dari anak-anak. Ada “double” berkat bagi kita
yang melayani anak-anak yaitu anugerah untuk melayani pemilik Kerajaan Allah
dan kesempatan untuk belajar dari mereka.
Tanpa disadari kita Gereja masih sama
dengan murid-murid waktu itu, jangan-jangan kitalah yang menjadi penghalang
anak-anak itu datang kepada Yesus. Sekali lagi suara panggilanNya masih sama
“Jangan haling-halangi anak-anak, biarkan mereka datang kepadaKu”
Mungkin tidak disadari, tetapi hal yang
bisa menjadi penghalang adalah paradigma/persepsi kita. Contoh :
1. Yesus mengingatkan yang mungkin
selama ini tidak terpikirkan “belajarlah menjadi seperti anak kecil”.
2. Tuhan tidak terganggu dengan
keberadaan anak-anak, Tuhan ingin dekat dengan anak-anak. Tetapi kita membuat
anak-anak warga kelas 2 di dalam Gereja. Kita anggap mereka penganggu ketenangan,
mereka belum bisa mengerti hal rohani, mereka tersiksa untuk bisa tenang dan
menikmati hadirat Tuhan. Sehingga untuk membantu orang dewasa mendekat pada
Tuhan pun kita berinvestasi dengan yang terbaik yaitu dengan disediakan alat
musik lengkap, bintang tamu/pengkotbah/ WL untuk membawa jemaat menyembah, dan
segala pernik aksesoris lainnya. Tetapi bagaimana kondisi di ruangan Gereja
Anak?
3. Kita menanyakan apa yang diajarkan
oleh kakak/ guru di Gereja Anak tetapi seberapa sering menanyakan apa yang
dialami bersama Tuhan dalam waktu ibadah/penyembahan.
Jadi hari ini, ketika kita mendidik dan melayani anak-anak maka
bukan saja anak – anak belajar dari kita tetapi kita harus ingat juga bahwa
merekalah model yang mengajarkan kita untuk menjadi pemilik Kerajaan Allah.
Di Matius 5 : 3 dikatakan berbahagialah orang yang miskin di
hadapan Allah, karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga.
Berarti “seperti anak-anak” itu berarti sikap hati yang sadar, mengakui bahwa diriku terbatas, tak
berdaya, miskin, dan butuh ditolong Tuhan. Bagi mereka yang demikianlah, Tuhan
mempercayakan Kerajaan Allah.
1Samuel 3 : 1- 2a Samuel yang muda itu menjadi pelayan TUHAN di
bawah pengawasan Eli. Pada masa itu firman TUHAN jarang; penglihatan-penglihatanpun
tidak sering. Pada suatu hari Eli, yang matanya mulai kabur dan tidak dapat
melihat dengan baik... (ayat 4) Lalu Tuhan memanggil:”Samuel, Samuel!” ...
Tuhan kita adalah Tuhan yang berbicara sampai hari ini. Pada
jaman Eli, dikatakan Firman Tuhan jarang dan penglihatan pun tidak sering, yang
menggambarkan Tuhan tidak banyak berbicara pada umatNya. Mengapa? Karena Tuhan
tidak menemukan manusia (baca : orang dewasa) di bumi yang mau dan siap
mendengarkanNya (berkomunikasi). Akhirnya Tuhan menemukan seseorang meskipun
usianya masih sangat belia. Ya, Dia memanggil Samuel!
Ketika orang dewasa tidak siap, tidak mau mendengar suaraNya,
maka Ia bisa pakai anak-anak untuk bermitra mengerjakan kehendakNya di muka
bumi.
Bahkan setiap kali bangsa pilihan ada
dalam kondisi terpuruk, Ia selalu bangkitkan anak-anak/anak muda :
1. Bangsa Israel terintimidasi dan
diejek lawan berhari-hari. Tuhan bangkitkan Daud.
2. Ketika Yahudi akan dibasmi, Tuhan
bangkitkan Ester
3. Ketika bangsa Israel jauh dan jahat
dipandangan Tuhan, Tuhan bangkitkan Yosia
4. Tuhan juga pakai anak kecil untuk
menginjil pada Naaman.
5. Tuhan pakai anak kecil yang membawa 5
roti dan 2 ikan untuk memberi makan 5000 orang lebih, di saat mereka terdesak
lapar.
Mrk 10 : 16 Lalu Ia memeluk anak-anak itu dan sambil meletakkan
tangan-Nya atas mereka Ia memberkati mereka.
Kalau Ia mengasihi anak-anak. Tentunya bagi kita yang berkata
mengasihi Tuhan juga mesti mengasihi apa yang Ia kasihi.
Dan barangsiapa menyambut seorang anak
seperti ini dalam namaKu, ia menyambut Aku (Mat 18 : 5)
Bagaimana sikap hati kita terhadap anak-anak? Seperti murid yang
marah ketika mereka mendekat pada Yesus atau kita sudah memiliki hatiNya, yang
serius dan mengasihi anak-anak?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar