12 September 2019

GeMeS MeSRA : Gerakan Mendukung Sekolah Mewujudkan Sekolah Ramah Anak


Lebih dari 25 tahun Indonesia telah meratifikasi Konvensi Hak Anak. Itulah wujud nyata komitmen pemerintah memberikan jaminan atas pemenuhan hak-hak dan perlindungan anak Indonesia. Sampai saat ini banyak kemajuan yang telah ditunjukkan secara nyata oleh pemerintah dalam melaksanakan KHA, diantaranya menyediakan instrument hukum mengenai perlindungan anak, kesejahteraan anak, pengadilan anak, pekerja anak, perdagangan anak, juga pemerintah telah membentuk Komisi Perlindungan Anak serta mengintegrasikan upaya pemenuhan hak dan perlindungan anak dalam kebijakan Kota Layak Anak.

Namun demikian, tingkat kekerasan terhadap anak di Indonesia setiap tahunnya terus meningkat bahkan sejak beberapa tahun belakangan ini menjadi tahun-tahun yang memprihatinkan bagi dunia anak Indonesia dan sudah dinyatakan sebagai Darurat Kekerasan Anak. Dalam kurun 4 tahun terakhir telah terjadi lebih dari 21 juta kasus pelanggaran Hak Anak yang dimonitor Komnas Anak dari berbagai lembaga peduli Anak di 34 provinsi dan di 279 Kabupaten Kota dimana 58% dari pelanggaran hak anak tersebut adalah kekerasan seksual, selebihnya 42% adalah kasus kekerasan fisik, penyekapan, penelantaran, pengabaian, adopsi illegal, eksploitasi anak dan perdagangan anak. Kekerasan terhadap anak tersebut terjadi di lingkungan tempat tinggal anak (rumah), sekolah dan ruang publik.

Kondisi darurat tersebut memerlukan sebuah gerakan luar biasa dalam 1 aksi yang melibatkan banyak kemitraan untuk memutus rantai kekerasan terhadap anak.  Sebelum lebih lanjut, definisi kekerasan pada anak adalah segala bentuk perbuatan atau tindakan terhadap anak yang berakibat timbulnya kesengsaraan, atau penderitaan secara fisik, seksual, psikis / mental, dan penelantaran termasuk pemaksaan dan merendahkan martabat.

Salah 1 lingkungan yang perlu menjadi tempat yang aman bagi anak yaitu di lingkungan sekolah. Istilah sekolah berasal dari kata “escole” artinya tempat bermain. Itu berarti sekolah seharusnya merupakan tempat yang sangat nyaman dan menyenangkan untuk belajar dan bermain atau bermain dan belajar. Sekolah semestinya bukan merupakan momok yang menakutkan bagi anak, tetapi justru merupakan sahabat bagi anak untuk menolong mereka melalui proses pengembangan diri untuk mencapai tingkat kedewasaan secara maksimal.   Sekolah merupakan persemaian luhur penanaman nilai sebagai bekal menghadapi hari esok. Sekolah merupakan miniatur kehidupan, sehingga apa yang tergambar di sekolah menjadi potret realitas hubungan sosial kemasyarakatan. Kesadaran dan perhatian pemerintah mengenai pentingnya peranan sekolah tertuang dalam UU Perlindungan Anak Nomor 35 Tahun 2014 yang salah satu fokusnya mengenai pencegahan kekerasan dan perlindungan anak berbasis sekolah. Sekolah Ramah Anak menjadi upaya penyelesaian penghapusan kekerasan berbasis sekolah.
Sekolah Ramah Anak (SRA) adalah satuan pendidikan formal, nonformal dan informal yang aman, bersih dan sehat, peduli dan berbudaya lingkungan hidup, mampu menjamin, memenuhi, menghargai hak hak anak dan perlindungan anak dari kekerasan, diskriminasi dan perlakuan salah lainya serta mendukung partisipasi anak tertuma dalam perencanaan, kebijakan, pembelajaran, pengawaasan dan mekanisme pengaduan terkait pemenuhan hak dan perlindungan anak di pendidikan.
SRA merupakan upaya untuk mewujudkan pemenuhan hak anak dan perlindungan anak selama kurang lebih 8 jam berada di sekolah. Melalui upaya sekolah untuk menjadikan sekolah bersih, aman, ramah, indah, inklusif, sehat, asri dan nyaman.
Dalam pengembangan SRA, ada tiga faktor pendukung yang mempengaruhi yaitu keluarga yang berperan sebagai pusat  pendidikan utama pertama dan utama bagi anak. Kedua adalah sekolah. Sekolah memberikan pelayanan pendidikan yang layak bagi anak. Ketiga adalah masyarakat. Masyarakat menjalin kerjasama yang baik dengan pihak sekolah sebagai penerima output sekolah. Ketiga faktor di atas saling mendukung untuk mewujudkan SRA.

Agar SRA dapat terealisasi maka perlu diperhatikan aspek penyelenggaraannya. Pertama, kebijakan sekolah yang sesuai yang mendukung tercapaiannya tujuan dari SRA, yang termasuk didalamnya adalah kurikulum dan program, manajemen, peraturan yang memihak atau menjamin hak-hak anak. Kedua  lingkungan sekolah yang mendukung. Lingkungan sekolah harus kondusif untuk mendukung tumbuh kembang anak, menjadi tempat anak mengekspresikan kegembiraan dan mengembangkan potensi kecerdasan yang mereka miliki serta di dalam lingkungan sekolah juga terjadi interaksi yang sehat antara guru dan anak, guru dengan orangtua anak. Ketiga adalah fasilitas sarana, prasarana yang memadai. Ketiga aspek ini sangat mendukung terwujudnya tujuan dari SRA.

Jika semakin banyak sekolah menjadi sekolah ramah anak maka anak bisa memiliki lingkungan (sekolah) yang menjamin pemenuhan hak-haknya sehingga berdampak positif bagi tumbuh kembangnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar