12 September 2019

JANGAN LALAI MENDIDIK ANAK


Dunia semakin hari semakin jahat. Jika kita mendengarkan kabar-kabar melalui televisi ataupun surat kabar, begitu banyak kejahatan yang terjadi. Kejahatan-kejahatan yang terjadi akhir-akhir ini banyak dilakukan oleh anak-anak remaja. Sudah berkali-kali kita mendengar kejadian di mana seorang anak remaja membunuh teman-teman sekolahnya. Pada saat diadakan penyelidikan mengapa anak-anak ini melakukan kejahatan yang demikian, ternyata akar dari persoalannya adalah anak-anak ini memendam rasa kecewa dan kemarahan yang bertumpuk-tumpuk. Di dalam hidup mereka sudah terlalu banyak menelan penghinaan, penolakan dan kesakitan, sehingga hidup mereka begitu tertekan. Tidak ada orang lain yang mengetahui ataupun perduli akan perasaan mereka. Suatu hari timbunan-timbunan itu meledak menghasilkan kejahatan-kejahatan yang sangat merugikan.
Melihat dan memperhatikan semua ini, kita sebagai orang tua harus menyadari betapa pentingnya peranan kita di dalam kehidupan anak-anak kita. Terutama pada saat mereka menanjak remaja. Ada banyak tekanan dari lingkungan di mana mereka bergaul yang mengancam mereka. Seringkali mereka menghadapi kebingungan, apakah yang harus mereka lakukan. Haruskah mereka mengikuti nasehat teman-temannya agar mereka diterima di lingkungan teman-teman mereka.
Ataukah mereka harus menolak, yang berarti kehilangan teman. Pada saat seperti inilah seringkali anak-anak kita ingin bercerita kepada kita. Apakah kita mengadakan waktu untuk mendengarkan mereka, memberikan petunjuk apa yang harus mereka lakukan. Banyak orang tua yang terlalu sibuk dengan business mereka, appointment-appointment mereka, sehingga mereka tidak mempunyai waktu untuk meminjamkan telinga pada anak mereka dan mereka menyepelekan problem yang anak-anak itu hadapi. "Ah! Mereka pikir, itu sih urusan anak kecil, nanti mereka juga tahu sendiri apa yang harus mereka lakukan." Mereka abaikan anak-anak mereka, sehingga anak-anak itu struggle sendiri. Lalu anak-anak itu mengambil keputusan sendiri. Pada saat keputusan yang salah diambil, terjadilah akibat-akibat yang buruk. Orang tua mereka marah-marah. Anak-anak itu menjadi kecewa terhadap diri sendiri. Siapakah yang salah jika anak-anak kita mengambil keputusan-keputusan yang tidak bijaksana? Jika kita sebagai orang tua tidak mengambil waktu untuk membimbing mereka, mendengarkan keluhan-keluhan mereka dan menjadi sahabat mereka , maka kitalah yang salah.  
Kebanyakan dari anak-anak remaja yang melakukan pembunuhan dan sebagainya disebabkan karena pada saat mereka mendapat tekanan-tekanan dan kekecewaan-kekecewaan dari luar, mereka tidak mendapat tempat untuk bernaung. Tidak ada orang yang dapat mereka harapkan untuk mau mendengarkan problem-problem yang mereka hadapi. Tidak ada dukungan dari keluarga. Membuat mereka harus mencari jalan keluar sendiri. Jalan keluar itu mungkin harus hidup kompromi dengan semua orang di sekelilingnya atau membalas dendam terhadap orang-orang yang menyakitinya.
Banyak sekali kita mendengar mengenai kehidupan anak-anak muda yang menjadi morat-marit atau menjadi sampah masyarakat. Marilah kita melihat satu contoh dari alkitab mengenai kehidupan dua anak muda dengan ayahnya yang tertulis dalam I Samuel 2. Adalah seorang imam yang bernama Eli, dia mempunyai 2 orang anak yang bernama Hofni dan Pinehas. Dikatakan bahwa kedua anak ini adalah orang-orang dursila yang tidak mengindahkan Allah. Padahal ayahnya adalah seorang imam. Tetapi mereka melakukan dosa-dosa yang keji di hadapan Allah. Eli mendapat laporan-laporan dari orang-orang Israel akan perbuatan-perbuatan anaknya yang menjijikkan dan yang tidak bermoral. Lalu apakah yang Eli lakukan? Eli berkata kepada Hofni dan Pinehas: "Mengapa kamu melakukan hal-hal yang begitu, sehingga kudengar dari segenap bangsa ini tentang perbuatan-perbuatanmu yang jahat itu? Janganlah begitu anak-anakku. Bukan kabar baik yang kudengar itu bahwa kamu menyebabkan umat Tuhan melakukan pelanggaran …" Kalau kita mendengar kata-kata ini, jelas sekali bahwa Eli sebagai seorang ayah dan bahkan seorang yang menjabat kedudukan imam, dia tidak mempunyai wibawa sama sekali. Kata-katanya begitu lemah. Dan kedua anaknya mengabaikan kata-kata ayahnya. Akhirnya Tuhan mengirimkan seorang hambanya datang kepada Eli dan menegur Eli dengan keras: "Mengapa engkau memandang dengan loba kepada korban sembelihanKu dan korban sajianKu, yang telah Kuperintahkan, dan mengapa engkau menghormati anak-anakmu lebih dari padaKu, sambil kamu menggemukkan dirimu dengan bagian yang terbaik dari setiap korban sajian umatKu Israel? … Sebab siapa yang menghormati Aku, akan Kuhormati, tetapi siapa yang menghina Aku, akan dipandang rendah." Lalu Tuhan mengatakan bahwa akan ada hukuman yang terjadi di dalam keluarga Eli.
Tetapi imam Eli tetap tidak melakukan apa – apa kepada kedua anaknya. Tertulis di firman Tuhan bahwa pada saat Allah berbicara kepada Samuel, Tuhan membicarakan mengenai Eli kepada Samuel demikian: "… Sebab telah Kuberitahukan kepadanya (Eli), bahwa Aku akan menghukum keluarganya untuk selamanya karena dosa yang telah diketahuinya, yakni bahwa anak-anaknya telah menghujat Allah, tetapi ia tidak memarahi mereka." Dari kejadian ini kita dapat melihat bahwa kejahatan anak-anak Eli itu disebabkan karena mereka mempunyai ayah yang lemah, yang tidak tahu bagaimana menggunakan otoritas yang Tuhan karuniakan padanya. Yang tidak mengerti akan tanggung jawabnya sebagai ayah dan yang tidak mengambil serius hal-hal keji yang dilakukan anak-anaknya.
Mari kita sama-sama pelajari, mengapa Eli dapat begitu lalai dalam mendidik anak-anaknya. Yang kemudian anak-anaknya akhirnya mati karena kejahatan mereka sendiri.
Pertama – tama,  yaitu dikarenakan kesibukan Eli di dalam kedudukannya sebagai imam dan hakim, sehingga dia menggunakan seluruh waktunya untuk pekerjaannya dan tidak membagi sedikitpun juga untuk mendidik anak-anaknya. Karena kesibukan ini, anak-anak Eli tidak mengenal Tuhan dan tidak mengindahkan Tuhan sama sekali. Bayangkan dua anak seorang imam yang melayani Tuhan setiap hari tetapi mereka tidak mengenal Tuhan. Hal ini dikarenakan Eli tidak pernah ada di rumah. Pekerjaannya sebagai hakim menyita waktunya dari pagi sampai petang. Pada saat anak-anaknya masih kecil, anak-anak ini sudah tertidur pada saat ayahnya pulang. Dan masih tidur ketika keesokan paginya ayahnya berangkat kerja. Pada saat anak-anaknya bertumbuh dewasa dan orang-orang Israel memberi laporan yang buruk-buruk tentang anaknya, Eli tidak tega untuk memarahi anaknya yang jarang-jarang bertemu dengannya. Anak-anaknya bertumbuh begitu cepat dan waktu berjalan dengan pesatnya dan tidak pernah kembali lagi. Melihat tingkah laku anak-anaknya yang begitu sesat, Eli hanya dapat menangis dengan sedih menyesali waktu-waktu yang sudah dia pakai untuk prioritas yang salah dan tidak dapat ditebus kembali. 


Kesalahan kedua dari kelalaian Eli adalah dia menolak untuk mengakui dengan jujur akan betapa dalamnya anak-anaknya telah jatuh. Pada saat dia mendengar laporan-laporan dari orang-orang Israel akan kebejatan tingkah laku anak-anaknya, dia hanya menggeleng-gelengkan kepalanya dan menarik nafas panjang. Dia tidak melihatnya sebagai sesuatu yang sangat serius dan dia juga tidak dapat melihat ke depan akan akibat yang akan ditanggung anak-anaknya di masa depan. Eli tidak memberikan respon yang benar terhadap peringatan-peringatan yang diberikan orang-orang di sekeliling mereka yang melihat perbuatan-perbuatan anak-anaknya. Eli mengetahui perbuatan-perbuatan anak-anaknya, tetapi dia tidak bertindak. Di dalam Amsal 19:18 dituliskan "Hajarlah anakmu selama ada harapan." Kemudian kalimat selanjutnya, di dalam terjemahan yang benar dikatakan "kalau tidak, engkau akan menghancurkan hidupnya." Atau di dalam terjemahan yang lain, ayat itu berbunyi demikian: "Hajarlah anakmu pada waktu dia masih muda dan dapat diajar. Jika engkau tidak melakukan ini, engkau membantu dia untuk merusak hidupnya." Jadi Tuhan sudah memakai orang-orang di sekeliling Eli untuk memperingati Eli agar sadar akan bahaya yang mengancam anak-anaknya, tetapi Eli masih tidak memberi respon dan bertindak.
Kesalahan ketiga dari Eli adalah Eli takut kepada anak-anaknya lebih daripada takut akan Tuhan. Sebagai hamba Tuhan, dia seharusnya mengerti bahwa setiap manusia harus menghormati dan mendahulukan Tuhan di atas segala-galanya. Pemerintahan Tuhan di dalam hidupnya harus dimulai dari dalam kehidupan keluarganya, bukan di dalam pelayanannya. Kehidupan dia dan keluarganya akan dapat membuat nama Tuhan ditinggikan atau dipermalukan. Jika dia menghormati Tuhan lebih daripada menghormati anak-anaknya, firman Tuhan berkata: "Takut akan Tuhan adalah didikan yang mendatangkan hikmat." Amsal 15:33. Maka Tuhan akan memberikan hikmat kepadanya untuk dapat mendidik anak-anaknya. Tetapi prioritasnya keliru. Dia lebih menghormati anak-anaknya. Tuhan menegur dia di dalam 1 Samuel 2:29 "Mengapa engkau menghormati anak-anakmu lebih daripadaKu, …?" Dengan Eli menghormati anak-anaknya lebih daripada Tuhan, maka Eli telah menghina dan mempermalukan Tuhan. Kemudian Tuhan berkata di dalam ayat 30 "Sebab siapa yang menghormati Aku, akan Kuhormati, tetapi siapa yang menghina Aku, akan dipandang rendah." Kekeliruan Eli mengakibatkan tabut Allah dicuri orang-orang Filistin, Eli mati, kedua anaknya mati dan menantunya mati. Suatu kelalaian yang harus dibayar mahal sekali.
Kejadian yang baru kita pelajari terjadi lebih dari seribu tahun yang lalu. Tetapi kejadian seperti ini masih terjadi berulang-ulang sampai sekarang. Bahkan sekarang makin banyak keluarga yang seperti itu dibandingkan dengan pada jaman dahulu. Karena pada jaman ini lebih banyak lagi orang yang dibelenggu oleh kesibukannya, sehingga banyak orang tua yang melalaikan anak-anaknya. Akibat dari kelalaian ini adalah antara lain penjara-penjara menjadi penuh, pembunuhan-pembunuhan oleh anak-anak remaja, anak-anak yang membunuh diri sendiri, anak-anak yang merusak diri mereka dengan drug, sex dan sebagainya. Kesalahan dan kelalaian Eli dipunyai oleh banyak orang tua pada jaman ini.
Jika kita ingin mengambil pelajaran dari kesalahan Eli agar kita jangan terjebak masuk ke dalam perangkap yang sama, marilah kita tanyakan pada diri kita beberapa pertanyaan:
·        Apakah kita sudah dapat menempatkan prioritas kita dengan benar di dalam hidup ini? Pertama adalah Tuhan, kedua adalah keluarga, ketiga baru hal-hal yang lain. Karena warisan kita bukanlah uang atau harta benda, melainkan anak-anak kita. Apakah gunanya kita mempunyai seluruh dunia ini jika anak kita rusak atau binasa. Jiwa lebih penting dari segala uang atau barang ataupun kesenangan hidup.
·        Apakah kita cukup rendah hati untuk dapat menerima jika orang-orang di sekeliling kita memberitahukan kesalahan-kesalahan kita ataupun anak-anak kita? Karena banyak orang yang merasa dirinya benar dan marah jika dirinya atau anak-anaknya dikeritik orang. Banyak orang merasa bahwa kehidupan keluarganya adalah urusan dia, tidak perlu ada orang lain yang ikut campur. Padahal yang harus kita ingat adalah di dalam hidup setiap manusia ada blind spotnya. Ada bagian yang kita tidak dapat lihat dan butuh orang lain untuk membantu kita melihatnya. Sebab itu jangan kita anggap enteng jika ada orang lain yang mau memberitahukan kesalahan-kesalahan kita ataupun anak-anak kita.
·        Apakah kita menghormati anak-anak kita lebih daripada Tuhan? Dengan kata lain, kita tidak berani mendisiplin anak-anak kita. Karena kita takut anak-anak akan menjadi sakit hati atau takut anak-anak keluar dari rumah, takut kalau anak-anak tidak suka kepada kita. Tuhanlah yang memerintahkan kita untuk membimbing dan mendisiplin anak-anak kita. Jika kita tidak melakukan tugas itu, kita tidak menghormati Tuhan. Karena akibat dari kelalaian itu, nama Tuhan yang kita permalukan. Tuhan berkata: "Sebab siapa yang menghormati Aku, akan Kuhormati, tetapi siapa yang menghina Aku, akan dipandang rendah."
 
Mendidik anak adalah tugas yang paling penting yang dipunyai orang tua, karena apakah warisan kita ini akan menyenangkan sisa hidup kita atau merusak sisa hidup kita, tergantung daripada bagaimana kita mendidik anak – anak kita. Firman Tuhan berkata "Ajarilah anakmu pada waktu dia masih muda dan dapat diajar. Jika engkau tidak melakukan ini, engkau membantu dia untuk merusak hidupnya." Hal ini sesuai prinsip Firman Tuhan sebagaimana tertulis dalam Ams 22 : 6 "Didiklah orang muda menurut jalan yang patut baginya, maka pada masa tuanyapun ia tidak akan menyimpang dari pada jalan itu. "
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar