Dunia semakin hari
semakin jahat. Jika kita mendengarkan kabar-kabar melalui televisi ataupun
surat kabar, begitu banyak kejahatan yang terjadi. Kejahatan-kejahatan yang
terjadi akhir-akhir ini banyak dilakukan oleh anak-anak remaja. Sudah
berkali-kali kita mendengar kejadian di mana seorang anak remaja membunuh
teman-teman sekolahnya. Pada saat diadakan penyelidikan mengapa anak-anak ini
melakukan kejahatan yang demikian, ternyata akar dari persoalannya adalah
anak-anak ini memendam rasa kecewa dan kemarahan yang bertumpuk-tumpuk. Di
dalam hidup mereka sudah terlalu banyak menelan penghinaan, penolakan dan
kesakitan, sehingga hidup mereka begitu tertekan. Tidak ada orang lain yang
mengetahui ataupun perduli akan perasaan mereka. Suatu hari timbunan-timbunan
itu meledak menghasilkan kejahatan-kejahatan yang sangat merugikan.
Melihat dan
memperhatikan semua ini, kita sebagai orang tua harus menyadari betapa
pentingnya peranan kita di dalam kehidupan anak-anak kita. Terutama pada saat
mereka menanjak remaja. Ada banyak tekanan dari lingkungan di mana mereka
bergaul yang mengancam mereka. Seringkali mereka menghadapi kebingungan, apakah
yang harus mereka lakukan. Haruskah mereka mengikuti nasehat teman-temannya
agar mereka diterima di lingkungan teman-teman mereka.
Ataukah mereka
harus menolak, yang berarti kehilangan teman. Pada saat seperti inilah
seringkali anak-anak kita ingin bercerita kepada kita. Apakah kita mengadakan
waktu untuk mendengarkan mereka, memberikan petunjuk apa yang harus mereka
lakukan. Banyak orang tua yang terlalu sibuk dengan business mereka, appointment-appointment
mereka, sehingga mereka tidak mempunyai waktu untuk meminjamkan telinga pada
anak mereka dan mereka menyepelekan problem yang anak-anak itu hadapi.
"Ah! Mereka pikir, itu sih urusan anak kecil, nanti mereka juga tahu
sendiri apa yang harus mereka lakukan." Mereka abaikan anak-anak mereka,
sehingga anak-anak itu struggle sendiri. Lalu anak-anak itu mengambil
keputusan sendiri. Pada saat keputusan yang salah diambil, terjadilah
akibat-akibat yang buruk. Orang tua mereka marah-marah. Anak-anak itu menjadi
kecewa terhadap diri sendiri. Siapakah yang salah jika anak-anak kita mengambil
keputusan-keputusan yang tidak bijaksana? Jika kita sebagai orang tua tidak
mengambil waktu untuk membimbing mereka, mendengarkan keluhan-keluhan mereka
dan menjadi sahabat mereka , maka kitalah yang salah.
Kebanyakan dari
anak-anak remaja yang melakukan pembunuhan dan sebagainya disebabkan karena
pada saat mereka mendapat tekanan-tekanan dan kekecewaan-kekecewaan dari luar,
mereka tidak mendapat tempat untuk bernaung. Tidak ada orang yang dapat mereka
harapkan untuk mau mendengarkan problem-problem yang mereka hadapi. Tidak ada
dukungan dari keluarga. Membuat mereka harus mencari jalan keluar sendiri.
Jalan keluar itu mungkin harus hidup kompromi dengan semua orang di
sekelilingnya atau membalas dendam terhadap orang-orang yang menyakitinya.
Banyak sekali kita
mendengar mengenai kehidupan anak-anak muda yang menjadi morat-marit atau
menjadi sampah masyarakat. Marilah kita melihat satu contoh dari alkitab
mengenai kehidupan dua anak muda dengan ayahnya yang tertulis dalam I Samuel 2.
Adalah seorang imam yang bernama Eli, dia mempunyai 2 orang anak yang bernama
Hofni dan Pinehas. Dikatakan bahwa kedua anak ini adalah orang-orang dursila
yang tidak mengindahkan Allah. Padahal ayahnya adalah seorang imam. Tetapi
mereka melakukan dosa-dosa yang keji di hadapan Allah. Eli mendapat
laporan-laporan dari orang-orang Israel akan perbuatan-perbuatan anaknya yang
menjijikkan dan yang tidak bermoral. Lalu apakah yang Eli lakukan? Eli berkata
kepada Hofni dan Pinehas: "Mengapa kamu melakukan hal-hal yang begitu,
sehingga kudengar dari segenap bangsa ini tentang perbuatan-perbuatanmu yang
jahat itu? Janganlah begitu anak-anakku. Bukan kabar baik yang kudengar itu
bahwa kamu menyebabkan umat Tuhan melakukan pelanggaran …" Kalau kita
mendengar kata-kata ini, jelas sekali bahwa Eli sebagai seorang ayah dan bahkan
seorang yang menjabat kedudukan imam, dia tidak mempunyai wibawa sama sekali.
Kata-katanya begitu lemah. Dan kedua anaknya mengabaikan kata-kata ayahnya.
Akhirnya Tuhan mengirimkan seorang hambanya datang kepada Eli dan menegur Eli
dengan keras: "Mengapa engkau memandang dengan loba kepada korban
sembelihanKu dan korban sajianKu, yang telah Kuperintahkan, dan mengapa
engkau menghormati anak-anakmu lebih dari padaKu, sambil kamu
menggemukkan dirimu dengan bagian yang terbaik dari setiap korban sajian umatKu
Israel? … Sebab siapa yang menghormati Aku, akan Kuhormati, tetapi siapa yang
menghina Aku, akan dipandang rendah." Lalu Tuhan mengatakan bahwa akan ada
hukuman yang terjadi di dalam keluarga Eli.
Tetapi imam Eli
tetap tidak melakukan apa – apa kepada kedua anaknya. Tertulis di firman Tuhan
bahwa pada saat Allah berbicara kepada Samuel, Tuhan membicarakan mengenai Eli
kepada Samuel demikian: "… Sebab telah Kuberitahukan kepadanya (Eli),
bahwa Aku akan menghukum keluarganya untuk selamanya karena dosa yang telah
diketahuinya, yakni bahwa anak-anaknya telah menghujat Allah, tetapi
ia tidak memarahi mereka." Dari kejadian ini kita dapat
melihat bahwa kejahatan anak-anak Eli itu disebabkan karena mereka mempunyai
ayah yang lemah, yang tidak tahu bagaimana menggunakan otoritas yang Tuhan
karuniakan padanya. Yang tidak mengerti akan tanggung jawabnya sebagai ayah dan
yang tidak mengambil serius hal-hal keji yang dilakukan anak-anaknya.
Mari kita sama-sama
pelajari, mengapa Eli dapat begitu lalai dalam mendidik anak-anaknya. Yang
kemudian anak-anaknya akhirnya mati karena kejahatan mereka sendiri.
Pertama – tama, yaitu dikarenakan kesibukan Eli di dalam
kedudukannya sebagai imam dan hakim, sehingga dia menggunakan seluruh waktunya
untuk pekerjaannya dan tidak membagi sedikitpun juga untuk mendidik
anak-anaknya. Karena kesibukan ini, anak-anak Eli tidak mengenal Tuhan dan
tidak mengindahkan Tuhan sama sekali. Bayangkan dua anak seorang imam yang
melayani Tuhan setiap hari tetapi mereka tidak mengenal Tuhan. Hal ini
dikarenakan Eli tidak pernah ada di rumah. Pekerjaannya sebagai hakim menyita
waktunya dari pagi sampai petang. Pada saat anak-anaknya masih kecil, anak-anak
ini sudah tertidur pada saat ayahnya pulang. Dan masih tidur ketika keesokan
paginya ayahnya berangkat kerja. Pada saat anak-anaknya bertumbuh dewasa dan
orang-orang Israel memberi laporan yang buruk-buruk tentang anaknya, Eli tidak
tega untuk memarahi anaknya yang jarang-jarang bertemu dengannya. Anak-anaknya
bertumbuh begitu cepat dan waktu berjalan dengan pesatnya dan tidak pernah
kembali lagi. Melihat tingkah laku anak-anaknya yang begitu sesat, Eli hanya
dapat menangis dengan sedih menyesali waktu-waktu yang sudah dia pakai untuk
prioritas yang salah dan tidak dapat ditebus kembali.
Kesalahan kedua dari kelalaian Eli adalah dia menolak
untuk mengakui dengan jujur akan betapa dalamnya anak-anaknya telah jatuh. Pada
saat dia mendengar laporan-laporan dari orang-orang Israel akan kebejatan
tingkah laku anak-anaknya, dia hanya menggeleng-gelengkan kepalanya dan menarik
nafas panjang. Dia tidak melihatnya sebagai sesuatu yang sangat serius dan dia
juga tidak dapat melihat ke depan akan akibat yang akan ditanggung anak-anaknya
di masa depan. Eli tidak memberikan respon yang benar terhadap
peringatan-peringatan yang diberikan orang-orang di sekeliling mereka yang
melihat perbuatan-perbuatan anak-anaknya. Eli mengetahui perbuatan-perbuatan
anak-anaknya, tetapi dia tidak bertindak. Di dalam Amsal 19:18 dituliskan "Hajarlah
anakmu selama ada harapan." Kemudian kalimat selanjutnya, di dalam
terjemahan yang benar dikatakan "kalau tidak, engkau akan
menghancurkan hidupnya." Atau di dalam terjemahan yang lain, ayat
itu berbunyi demikian: "Hajarlah anakmu pada waktu dia masih muda
dan dapat diajar. Jika engkau tidak melakukan ini, engkau membantu dia untuk
merusak hidupnya." Jadi Tuhan sudah memakai orang-orang di
sekeliling Eli untuk memperingati Eli agar sadar akan bahaya yang mengancam
anak-anaknya, tetapi Eli masih tidak memberi respon dan bertindak.
Kesalahan ketiga dari Eli
adalah Eli takut kepada anak-anaknya lebih daripada takut akan Tuhan. Sebagai
hamba Tuhan, dia seharusnya mengerti bahwa setiap manusia harus menghormati dan
mendahulukan Tuhan di atas segala-galanya. Pemerintahan Tuhan di dalam hidupnya
harus dimulai dari dalam kehidupan keluarganya, bukan di dalam pelayanannya.
Kehidupan dia dan keluarganya akan dapat membuat nama Tuhan ditinggikan atau
dipermalukan. Jika dia menghormati Tuhan lebih daripada menghormati
anak-anaknya, firman Tuhan berkata: "Takut akan Tuhan adalah didikan yang
mendatangkan hikmat." Amsal 15:33. Maka Tuhan akan memberikan hikmat
kepadanya untuk dapat mendidik anak-anaknya. Tetapi prioritasnya keliru. Dia
lebih menghormati anak-anaknya. Tuhan menegur dia di dalam 1 Samuel 2:29
"Mengapa engkau menghormati anak-anakmu lebih daripadaKu, …?" Dengan
Eli menghormati anak-anaknya lebih daripada Tuhan, maka Eli telah menghina dan
mempermalukan Tuhan. Kemudian Tuhan berkata di dalam ayat 30 "Sebab siapa
yang menghormati Aku, akan Kuhormati, tetapi siapa yang menghina Aku, akan
dipandang rendah." Kekeliruan Eli mengakibatkan tabut Allah dicuri
orang-orang Filistin, Eli mati, kedua anaknya mati dan menantunya mati. Suatu
kelalaian yang harus dibayar mahal sekali.
Kejadian yang baru
kita pelajari terjadi lebih dari seribu tahun yang lalu. Tetapi kejadian
seperti ini masih terjadi berulang-ulang sampai sekarang. Bahkan sekarang makin
banyak keluarga yang seperti itu dibandingkan dengan pada jaman dahulu. Karena
pada jaman ini lebih banyak lagi orang yang dibelenggu oleh kesibukannya,
sehingga banyak orang tua yang melalaikan anak-anaknya. Akibat dari kelalaian
ini adalah antara lain penjara-penjara menjadi penuh, pembunuhan-pembunuhan
oleh anak-anak remaja, anak-anak yang membunuh diri sendiri, anak-anak yang
merusak diri mereka dengan drug, sex dan sebagainya. Kesalahan dan
kelalaian Eli dipunyai oleh banyak orang tua pada jaman ini.
Jika kita ingin
mengambil pelajaran dari kesalahan Eli agar kita jangan terjebak masuk ke dalam
perangkap yang sama, marilah kita tanyakan pada diri kita beberapa pertanyaan:
·
Apakah kita sudah dapat menempatkan prioritas
kita dengan benar di dalam hidup ini? Pertama adalah Tuhan, kedua adalah
keluarga, ketiga baru hal-hal yang lain. Karena warisan kita bukanlah uang atau
harta benda, melainkan anak-anak kita. Apakah gunanya kita mempunyai seluruh
dunia ini jika anak kita rusak atau binasa. Jiwa lebih penting dari segala uang
atau barang ataupun kesenangan hidup.
·
Apakah kita cukup rendah hati untuk dapat
menerima jika orang-orang di sekeliling kita memberitahukan kesalahan-kesalahan
kita ataupun anak-anak kita? Karena banyak orang yang merasa dirinya benar dan
marah jika dirinya atau anak-anaknya dikeritik orang. Banyak orang merasa bahwa
kehidupan keluarganya adalah urusan dia, tidak perlu ada orang lain yang ikut
campur. Padahal yang harus kita ingat adalah di dalam hidup setiap manusia ada
blind spotnya. Ada bagian yang kita tidak dapat lihat dan butuh orang lain
untuk membantu kita melihatnya. Sebab itu jangan kita anggap enteng jika ada
orang lain yang mau memberitahukan kesalahan-kesalahan kita ataupun anak-anak
kita.
·
Apakah kita menghormati anak-anak kita lebih
daripada Tuhan? Dengan kata lain, kita tidak berani mendisiplin anak-anak kita.
Karena kita takut anak-anak akan menjadi sakit hati atau takut anak-anak keluar
dari rumah, takut kalau anak-anak tidak suka kepada kita. Tuhanlah yang
memerintahkan kita untuk membimbing dan mendisiplin anak-anak kita. Jika kita
tidak melakukan tugas itu, kita tidak menghormati Tuhan. Karena akibat dari
kelalaian itu, nama Tuhan yang kita permalukan. Tuhan berkata: "Sebab
siapa yang menghormati Aku, akan Kuhormati, tetapi siapa yang menghina Aku,
akan dipandang rendah."
Mendidik
anak adalah tugas yang paling penting yang dipunyai orang tua, karena apakah
warisan kita ini akan menyenangkan sisa hidup kita atau merusak sisa hidup
kita, tergantung daripada bagaimana kita mendidik anak – anak kita. Firman
Tuhan berkata "Ajarilah anakmu pada waktu dia masih muda dan dapat
diajar. Jika engkau tidak melakukan ini, engkau membantu dia untuk merusak
hidupnya." Hal ini sesuai prinsip Firman Tuhan sebagaimana
tertulis dalam Ams 22 : 6 "Didiklah orang muda menurut jalan yang patut
baginya, maka pada masa tuanyapun ia tidak akan menyimpang dari pada jalan itu.
"
Tidak ada komentar:
Posting Komentar